clock

kursor

Sabtu, 28 Januari 2012

ANTI KEMAPANAN

Memang, punk identik dengan budaya anti kemapanan. Tapi sebenarnya anti kemapanan seperti apa yang mereka perjuangkan?

Akhir-akhir ini, banyak terangkat masalah komersialisasi punk. Menurut sebagian anak punk, itu sudah melenceng dari ideologi punk. Meski, tetap saja untuk punk mainstream, komersialisasi dan industrialisasi bukanlah hal yang terlalu mengganggu ideologi mereka.

Menurut Wok the Rock, yang dimaksud dengan anti kemapanan ini memiliki banyak dimensi. Bisa dalam bidang sosial, politik, materi, hingga musik. “Musik tidak selalu harus dengan skill teknis baik, atau aransemen musik yang terstruktur dan panjang,” ungkap Wok mencontohkan. “Musik itu siapa saja bisa memainkannya, siapa saja bisa membuatnya.” Kebetulan, awal masuknya punk di Jogja dari musik, bukan dari ideologinya.

Diakuinya, semua punk pasti memiliki anti kemapanannya sendiri-sendiri. Termasuk yang mainstream. “Mereka masa bodoh dengan industrialisasi.” Mereka hanya ingin suara dan apa yang diperjuangkan didengar oleh mereka yang berada di luar komunitasnya. Ini jelas berbeda dengan punk fundamentalis yang bahkan menolak ekspos dan publikasi, terutama dari media.

Bagi ‘genre’ punk yang tidak ikut serta gelombang industrialisasi, kebanyakan dari mereka memang tidak menjadikan musik mereka – atau gerakan punk mereka – sebagai sumber penghasilan utama. “Mayoritas punya band, sebagian ada yang menulis,” ucap Wok. Tapi tidak sebagai pekerjaan.

Untuk keseharian, mereka juga bekerja untuk hidup. Idealnya memang tidak bekerja untuk perusahaan besar yang – dari segi komersialisme – menurut mereka adalah penghisap kekayaan rakyat. “Tapi untuk memilih-milih saat ini sulit, kan?” tanya Wok.

Dengan penolakan terhadap komersialisme, punk memunculkan gerakan baru yang positif, yaitu budaya Do It Yourself (DIY). Selain menjadi kreatif dan memenuhi kebutuhannya dengan membuat sendiri, secara tak langsung ini membangun kecintaan terhadap produk lokal.

Seperti perusahaan yang dibangun Wok the Rock via internet, Yes No Wave (yesnowave.com). Perusahaan rekaman ini merupakan semangat DIY yang memanfaatkan teknologi informasi. Dengan sistem download legal gratis, baik lagu hingga desain cover, siapa pun bisa membuat CD-nya sendiri – baik penikmat ataupun pelaku.

Menjadi seorang punk memang tidak bisa hanya sekedar mengambil kulitnya saja. Dengan meniru dandanan tanpa mengerti perjuangannya, mereka tidak bisa disebut punk. “Seperti yang sering terlihat di pinggir-pinggir jalan,” tambahnya. Sering memang tidak bisa dibedakan mana yang benar-benar mengerti punk, dan mana yang anak jalanan yang hanya meniru kostumnya saja. “Yang diambil kadang hanya budaya nggembel-nya saja, mereka belum tentu melakoni punk,” jelas Wok.

Perjuangan anti kemapanan mempunyai banyak dimensi. Hampir tak mungkin menolak semua dimensi kemapanan ini tanpa menjadi fundamentalis. Pada akhirnya, hal yang terpenting adalah pilihan dan alasan di balik pilihan mereka tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More